My First Caesarian Birth Experience!
Hello readers! It's been a long time since I last posted my blog entry. Before I write further, I would like to tell you that for this special post, I will be writing my story in Bahasa Indonesia because I believe that the information I write here could be useful for future moms who plan to give birth at the same hospital I went to. So, deepest apology to my english-speaking readers!😁
Alright. Here we go!
4 Mei 2021
Cerita melahirkan ini berawal dari penantianku dan suami akan kelahiran anak ketiga kami yang tidak kunjung memberikan gelombang cintanya di minggu ke-40 kehamilan. Setelah rutin check-up ke dokter di RSIA Bunda Menteng (Jakarta Selatan) sejak awal kehamilan hingga minggu ke 37-40, beberapa kali kami diinfokan bahwa sang janin terlilit tali pusar di leher sebanyak 2x, sampai di check-up terakhir dokter memberitahu kami bahwa calon bayi kami terlilit tali pusar di leher 3x dan posisi kepalanya belum bisa memasuki panggul karena kemungkinan besar jalannya terhambat masalah tali pusar tersebut.
Selain itu, estimasi berat badan bayi sudah mencapai 3.7kg dan posisi kepalanya juga tidak lurus dengan panggul, sedikit menyamping sehingga masih sulit untuk dilahirkan secara normal.
Awalnya kami ragu untuk melahirkan secara c-section, karena di 2 kehamilan sebelumnya, aku melahirkan anak-anakku dengan cara persalinan pervaginam (yang orang-orang sebut dengan melahirkan secara normal - padahal menurutku ini istilah yang aneh... melahirkan secara c-section juga bukankah hal yang sangat normal? 😀), namun setelah kami pertimbangkan ulang, demi kesehatan calon bayi dan diriku sendiri (yang sudah sangat ringkih karena bayi sudah semakin berat dan secara mental akupun sudah sangat gelisah memikirkan bayi yang tidak kunjung lahir) kami memutuskan untuk mengikuti saran dokter dan merencanakan persalinan caesarian/c-section yang kami jadwalkan di hari berikutnya pada tanggal 5 Mei 2021.
Persalinan kali ini sangat unik karena kami harus melahirkan bayi di masa pandemi dan tentu protokol kesehatan yang harus diikuti pun berbeda. Sebelum operasi persalinan dilakukan, ada beberapa hal yang perlu kami persiapkan:
- Tes lab darah. Hal ini dilakukan untuk mengecek apakah ada kelainan atau hal-hal yang harus diantisipasi sebelum dan sesudah operasi dilakukan. Pada tes darah kali ini ditemukan bahwa kadar HBku rendah, jadi sebelum persalinan, dokter menyarankan agar RS menyediakan darah untuk ditransfusi jika memang dibutuhkan pasca persalinan.
- Tes Swab PCR. Tes ini wajib dilakukan oleh pasien dan pendamping yang akan menemani selama proses persalinan hingga kepulangan ke rumah. Tentu saja hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 selama perawatan berlangsung. Karena rencana persalinan c-sectionku dilakukan secara mendadak, biaya tes yang ditawarkan oleh RSIA Bunda cukup mahal yaitu Rp 3.000.000/orang dan hasil PCR tersebut akan keluar dalam waktu 3 jam. Namun setelah kami tanyakan pada pihak RS, ternyata kami diizinkan untuk melakukan tes Swab PCR di klinik lain selama hasil tes tersebut sudah ada sebelum operasi dilaksanakan. Kami akhirnya melakukan tes Swab PCR di Asha Health Care (Epicentrum, Setiabudi, Jakarta Selatan) dan mengambil Same Day Test dengan harga Rp 950.000/orang. Sebetulnya karena kami datang pada pukul 12.15, seharusnya kami sudah tidak bisa mengambil Same Day Test karena tes terakhir harus dilakukan sebelum pukul 12.00, namun setelah bernegosiasi dengan pihak klinik terkait rencana operasi c-section kami yang akan dilakukan esok harinya, akhirnya mereka mengizinkan kami untuk mendapatkan Same Day Test dan hasilnya dapat kami terima sebelum pukul 00.00 di hari yang sama. (Apresiasi tertinggi untuk tim Asha Health Care yang memberikan pelayanan sangat baik dan koperatif! 😊)
- Puasa 6 jam sebelum operasi dilangsungkan. Hal ini sepertinya hal yang lazim dilakukan bagi pasien yang akan melangsungkan operasi pada umumnya. Aku diwajibkan untuk berpuasa makan dan minum sebelum persalinan c-section dilaksanakan di pagi harinya.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kami untuk akhirnya memutuskan melakukan persalinan c-section di RSIA Bunda. Yang pertama, lokasi rumah sakit berdekatan dengan tempat tinggal kami. Yang kedua, aku sudah melakukan check-up kehamilan sejak awal hamil di rumah sakit ini, sempat terpikir untuk melakukan persalinan di RS MRCC Siloam Semanggi karena RS tersebut bekerja sama dengan provider asuransiku. Namun akhirnya kami memilih untuk melahikan di RSIA Bunda karena sepertinya akan lebih mudah bagi para tim medis untuk mengecek rekam medisku sejak awal kehamilan. Yang ketiga, aku mendapat info dari salah satu teman yang juga pernah melakukan persalinan c-section di RSIA Bunda bahwa saat ini RSIA Bunda sudah menerapkan teknik ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) yang membuat pemulihan pasca persalinan c-section jadi lebih cepat dan rasa nyeri pun dapat diminimalisasi.
Kembali ke persiapan sebelum operasi, akhirnya setelah kami memenuhi seluruh syarat yang diminta oleh pihak RS, kami dibolehkan room-in di ruang rawat inap. Sebetulnya kami memilih kamar deluxe, tapi kebetulan pada saat kami mendaftar, kamar tersebut tidak tersedia sehingga kami mendapatkan upgrade gratis ke kamar perdana. Berikut estimasi biaya/harga kamar dan biaya tindakan di RSIA Bunda untuk melahirkan pervaginam & c-section:
Kamar perdana yang diberikan kualitasnya sangat baik dan nyaman. Di dalam kamar disediakan kasur (sepertinya sofa bed) untuk pendamping. Berhubung kami akan melakukan proses persalinan dalam kondisi pandemi, jumlah pendamping yang diizinkan hanyalah 1 orang, dan orang tersebut tidak diperbolehkan untuk keluar-masuk RS selama perawatan berlangsung (karena aku akan menjalankan perawatan dari operasi caesarian, maka perawatan akan berlangsung selama 4 hari 3 malam). Kunjungan juga tidak diperbolehkan selama masa perawatan untuk meminimalisasi paparan virus Covid-19.
Kamar kelas perdana yang kami tempati cukup luas, fasilitasnya cukup lengkap (ada kulkas, TV, dan UV Sterilizer!😊) dan pelayanan yang diberikan oleh para perawat pra-operasi juga sangat baik, mengingat ini pertama kali saya melakukan operasi. Berikut sedikit gambaran foto-foto ruangan kelas perdana yang kami tempati:
5 Mei 2021
Tibalah akhirnya hari operasi yang kami nantikan. Perasaanku cukup campur-aduk, karena kali ini adalah pertama kalinya aku akan melakukan tindakan operasi. Operasiku dijadwalkan pada pukul 7.30 pagi, dan setelah menemani suami sahur, mandi dan bersiap-siap, kami akhirnya diantar untuk turun ke ruang tunggu operasi pada pukul 6.30 pagi.
Sesampainya di depan ruang tunggu operasi, aku dibawa ke dalam ruang tunggu operasi sedangkan suami masih harus menunggu di depan ruang tunggu dan hanya akan diperbolehkan masuk ketika para dokter telah memberikan izin. Di dalam ruang tunggu operasi, aku diberikan beberapa pertanyaan untuk persiapan anestesi oleh dokter spesialis anestesi (dokternya sudah cukup berumur tapi sangat ramah dan sigap! 😊) dan asistennya. Selain itu, salah satu suster rawat anak juga datang dan mengecek kolostrum ASIku, karena akan diberikan langsung ke bayi setelah bayi lahir. Ternyata kolostrumku cukup banyak, penuh 1ml (yay!!😁), suster memberitahuku bahwa ini pertanda baik bahwa ASIku kemungkinan akan menjadi banyak dalam beberapa hari.
Setelah seluruh persiapan selesai, kami memasuki ruangan operasi yang sangat dingin (aku cukup menggigil karena mungkin faktor berpuasa 7 jam juga ya 😅), dan anestesipun dimulai dengan cara menyuntikkan cairan ke tulang ekorku. Rasanya lumayan lebih sakit dari suntikan biasanya, tetapi masih dapat ditoleransi. Setelah beberapa menit, setengah badanku pun terasa kesemutan dan akhirnya mati rasa.
Akhirnya tiba waktu operasi, suamiku pun dipanggil untuk masuk dan menemani. Setelah sekitar 15 menit dokter dan timnya melakukan operasi, bayikupun lahir dengan berat badan 3.8kg dan panjang 50cm. Setelah diadzankan oleh suamiku, bayipun dibawa ke ruang perawatan bayi. Aku merasa sangat mengantuk karena efek samping dari obat bius yang diberikan. Akhirnya aku tidak sadarkan diri, dan bangun di ruang tunggu operasi. Tidak lama setelah aku mulai siuman, akupun dibawa kembali ke ruang rawat inap. Suster mengajarkan aku untuk menggerakkan kakiku agar cepat terbiasa. Setelah sekitar 2 jam, obat biuspun semakin habis dan aku sudah mulai bisa duduk dan berputar kiri dan kanan. Hal ini cukup mengejutkan mengingat banyak temanku yang bercerita bahwa biasanya pasca operasi caesar, kita baru bisa bergerak miring ke kanan sehari setelah operasi dilakukan. Namun mungkin berkat teknologi dan metode baru yang digunakan oleh RSIA Bunda, aku bahkan dapat berjalan sehari setelah aku selesai melakukan operasi! 😊
Welcome to the world, Muhammad Hamza Azizov!💗 |
8 Mei 2021
Selama menjalani perawatan di RSIA Bunda, pelayanan yang diberikan cukup baik dan makanan yang dihidangkan pun lumayan enak. Hal ini cukup krusial mengingat terkadang makanan yang dihidangkan oleh rumah sakit rasanya kurang menggugah selera dan tentu mempengaruhi mood serta penilaian kita terhadap rumah sakit tersebut. Akhirnya setelah 4 hari dirawat di RS, aku diperbolehkan pulang karena kondisiku sudah cukup baik, dan bayikupun perkembangannya cukup bagus. Total biaya perawatan aku dan bayiku yang dihabiskan adalah sekitar IDR 55.000.000. Biaya ini sepertinya memang cukup besar dibandingkan dengan biaya persalinan normal atau pervaginam, namun untuk biaya caesarian sepertinya cukup sama dengan di rumah sakit lainnya. Untungnya, biaya kami ditanggung 100% oleh asuransi (yaaay!!) 😀.
Diatas adalah beberapa menu makanan di RSIA Bunda. Setiap pagi kita diberikan selembar kertas menu pilihan makanan yang dapat kita pilih untuk makan pagi, makan siang, dan makan malam di kemudian harinya. Menunya cukup variatif dan snacknya pun cukup enak (ada roti, pudding, susu, kue, hingga es krim 😁).
Kesimpulannya, ternyata melahirkan dengan metode caesarian ternyata tidak semenyeramkan yang aku bayangkan, dan tidak juga semudah yang beberapa orang ceritakan. Pemulihannya kurang lebih sama dengan melahirkan dengan metode pervaginam, sekitar 5-7 hari aku sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Sudah bisa memandikan bayi, berjalan, dan makan seperti biasa. Namun tentu saja hingga waktu yang cukup lama aku masih belum diperbolehkan untuk mengangkat beban terlalu berat, hanya sebesar berat badan bayi saja. Batuk dan tertawa pun rasanya biasa saja tidak sakit sama sekali (sempat terasa ngilu di hari ke-3 tapi itu ternyata karena susternya lupa memberikan obat penahan rasa nyeri, tapi setelahnya hingga hari ini aku sudah tidak merasa nyeri lagi saat batuk ataupun tertawa) 😊
Alhamdulillah pengalaman melahirkan caesarianku memiliki kesan yang sangat baik, dan semoga teman-teman yang juga berencana untuk melahirkan dengan metode ini memiliki persalinan yang lancar ya!
Komentar
Posting Komentar